Tuesday, August 25, 2009

Kesepakatan 14 Bank Besar Harus Didukung Dengan Pengendalian Lembaga Dana Pensiun

Kesepakatan 14 bank besar mengenai maksimum suku bunga simpanan menjadi sebuah harapan bagi sektor dunia usaha. Bayangkan apabila hal ini dapat terealisasi, maka suku bunga pinjaman akan turun drastis. Meskipun masih banyak faktor lain yang menjadi pemicu keberhasilan peningkatan dunia usaha, namun penurunan suku bunga pinjaman akan menjadi darah segar bagi pengembangan dunia usaha.

Sayangnya, banyak pengamat yang menyangsikan efektifitas kesepakatan ini. Berbagai prediksi negatif bermunculan dari mulut para pengamat dan praktisi. Ironisnya, beberapa pendapat justru berasal dari dalam tubuh bank yang telah menandatangani kesepakatan dimaksud. Ada beberapa prediksi, antara lain:

1. Tidak efektif karena tidak ada sanksi yang jelas, sehingga masih ada celah untuk "bermain" bagi bank yang telah sepakat. Jadi tidak tunggu saja, setelah 3 bulan pasti kesepakatan itu hanya akan menjadi "prasasti" belaka alias dilupakan dan jadi sejarah kelabu.

Cara "bermain" yang "kasar" adalah cuek dengan kesepakatan, alias berlagak "budek".
Cara "bermain" yang "lebih halus" adalah imbalan "dibawah meja". Di bilyet tercetak 8%, sisanya under table alias biaya siluman.

2. Ada kecendrungan investor mengalihkan dana ke pasar saham. Akibatnya, tingkat yield di pasar saham cenderung turun dan ketersediaan dana di sektor perbankan turun drastis.

3. Ada juga investor yang mengalihkan investasinya ke non-rupiah.
4. Ada investor yang mengalihkan dananya keluar negeri.
5. Investor lari ke bank kecil yang saat ini sedang "asyik tertawa senang", menertawai "kebodohan" 14 bank besar.

Sebagai praktisi perbankan, saya pribadi memang melihat prediksi para pengamat diatas cenderung benar terjadi. Beberapa hari ini, pembeli reksadana meningkat. Dana milik beberapa dana pensiun sudah mulai "berterbangan".

Sebagai anak bangsa, saya pribadi sedih melihat kondisi ini. Saya pribadi melihat kesepakatan 14 bank besar ini sebagai langkah maju. Memang awalnya saya merasa ini adalah langkah "bodoh", karena saya yakin dampak langsungnya adalah kaburnya nasabah dana, target tidak tercapai, promosi batal.

Tetapi, apabila kita mau berfikir sejenak, keluar dari rutinitas target pribadi, maka secara tulus saya mau bilang bahwa ke 14 bank tersebut adalah path finder kemajuan bangsa. Saya bangga menjadi salah satu karyawan dari bank tersebut.

Ditengah asa yang pesimis, perlu upaya mendukung kesepakatan itu. Jangan cuma bisa jadi penonton. Jangan cuma bisa jadi "pengkhianat". Jangan cuma bisa jadi opportunis. Untuk mendukung efektifitas kesepakatan itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah, antara lain:

1. Kendalikan lembaga Dana Pensiun Milik Lembaga Pemerintah
Sumber dana besar yang menjadi target perbankan adalah lembaga Dana Pensiun. Saking banyaknya dana yang dimiliki, dalam beberapa kasus Yayasan Dana Pensiun menjadi "raja" yang ikut mengatur perbankan. Hari ini saja ada orang Dana Pensiun yang memindahkan dananya dari bank saya sambil berkata: "saya dukung kesepakatan itu, tapi apa boleh buat saya harus pindah ke bank yang bisa memberi bunga lebih tinggi. Nanti saja kalau kesepakatan itu berakhir saya kembali lagi".

Menurut saya, ini harus menjadi perhatian pemerintah. Kendalikan alokasi Dana Pensiun. Ironisnya, justru Dana Pensiun milik lembaga pemerintah ikut "bermain" mengobok-obok suku bunga simpanan baik secara "kasar" ataupun "halus". Untuk itu, perlu ada terobosan untuk mengatur maksimum suku bunga simpanan untuk Dana Pensiun.

Kalau pemerintah yang mengatur dirinya sendiri, seharusnya lebih mudah toh... iya toh...

2. Mengendalikan Dana Pensiun lainya.

Caranya hampir sama dengan di atas yakni membuat ketentuan suku bunga simpanan maksimum untuk Dana Pensiun. Namun effortnya harus lebih besar, bukan himbauan belaka tetapi produk hukum.

Demikian, semoga kesepakatan ini makin menguat dan melibatkan bank-bank lainnya. Ada ide lainnya???

Sunarto Zulkifli

Monday, August 17, 2009

BSM Miliki Pangsa Pasar Terbesar di Perbankan Syariah

BSM Miliki Pangsa Pasar Terbesar di Perbankan Syariah



Kamis, 13 Agustus 2009

Jakarta, (13/08). Perkembangan industri perbankan syariah terus mengalami pertumbuhan. Hingga saat ini pangsa pasar perbankan syariah telah mencapai 3 persen dalam skala perbankan nasional. Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank syariah penyumbang pangsa pasar terbesar di perbankan syariah.

Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, BSM saat ini telah menguasai pangsa pasar di perbankan syariah. Hal ini dapat terlihat dari kepemilikan aset sebesar 33,82%, dana pihak ketiga (DPK) 38,84%, dan pembiayaan mencapai 33,73%.

Baik aset, DPK, dan pembiayaan pada semester I 2009 telah menyumbangkan dari pertumbuhan pangsa pasar yang diraih BSM. Dari ketiga komponen tersebut pada semester I 2009 mengalami kenaikan yang signifikan dibanding pada periode yang sama pada tahun 2008. Aset BSM naik 14,73%, DPK naik 14,45%, dan pembiayaan naik 11,78%.

Dari sisi pembiayaan, meski dibayangi krisis, BSM tetap menyalurkan pembiayaanya dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan yang disalurkan BSM sebesar Rp 14,19 triliun pada Juni 2009 naik dari Rp 12,69 triliun pada akhir Juni 2008.

Dari sisi permodalan, ekuitas BSM adalah Rp 1,01 triliun pada akhir Juni 2008, menjadi Rp 1,43 triliun pada akhir Juni 2009, atau naik sebesar 42,37 persen. kenaikan ekuitas ini antara lain akibat adanya tambahan modal dari Bank Mandiri sebagai pemegang saham mayoritas sebesar Rp 299,87 miliar selama periode Juni 2008 s.d. Juni 2009.

Dari indikator keuangan BSM per akhir Juni 2009 terlihat sangat baik. Untuk rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) saat ini 14.00 persen, financing to deposite ratio (FDR) 87,03 persen, return on equity (ROE) 38,21 persen, dan return on asset (ROA) 2,00 persen.[roel]

Tiga Bank Syariah Sebagai Rujukan Penghitungan Nisbah

Jakarta, (11/08). Pakar ekonomi Syariah Adiwarman A Karim, memberikan solusi bagi perbankan syariah yang selama ini mengalami kesulitan dalam menentukan bagi hasil (nisbah) seiring dengan naik dan turunnya BI rate (Suku bunga) perbankan. Dia menyarankan agar perbankan syariah mengacu pada nisbah tiga bank syariah yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Muamalat dan BNI Syariah.

“Nisbah ketiga bank syariah tersebut bisa dijadikan tolak ukur perhitungan jika terjadi naik dan turunnya suku bunga perbankan nasional,”katanya di Jakarta.

Dalam menentukan nisbah, kata Adiwarman A Karim, sering kali bank syariah mengalami kesulitan—karena agar nisbahnya kompetitif di pasar mau tidak mau bank syariah harus menyamakan dengan nilai suku bunga pasar.

“Nah jika terjadi demikian si bank syariah cukup melihat berapa nisbah ketiga bank tersebut itulah yang ditawarkan pada nasabah atau debitur,”ujarnya.

Semester I-2009, Laba Bank Syariah Mandiri Meningkat 36%

Rabu, 12 Agustus 2009

JAKARTA - PT Bank Syariah Mandiri mencatat kenaikan laba bersih semester I-2009 sebesar 36 persen atau Rp125,74 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp96,28 miliar.

"Kenaikan laba tersebut antara lain ditopang meningkatnya pendapatan operasional perusahaan," ujar Direktur Utama BSM Yuslam Fauzi, saat paparan kinerja BSM, di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (12/8/2009).

Pendapatan operasional BSM pada semester I-2009 melonjak 16,42 persen menjadi Rp1,14 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp981,6 miliar.

Sebagian besar pendapatan operasional diperoleh dari pendapatan marjin dan bagi hasil, yang juga ikut naik mencapai 20,6 persen menjadi Rp988,5 miliar pada semester I-2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp819,7 miliar.

Pada kurun waktu ini, BSM telah membentuk pencadangan penghapusan aktiva produktif (PPAP) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (BI). PPAP sendiri termasuk pembiayaan melonjak menjadi 135,04 persen dibandingkan sebelumnya 111,6 persen.

Kendati demikian, BSM mengalokasikan cash PPAP hingga 94,24 persen pada Juni 2009 atau naik 80,72 persen pada Juni 2008.

Sebagai informasi, cash PPAP yang dialokasikan untuk mengantisipasi aktiva produktif termasuk pembiayaan bermasalah tanpa memperhitungkan nilai jaminannya.

Sementara untuk aset, BSM juga mencatatkan pertumbuhan signifikan yang meningkat sebesar 14,73 persen menjadi Rp18,68 triliun selama semester I-2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp16,29 triliun.

"Pertumbuhan aset BSM antara lain didukung oleh dana pihak ketiga (DPK) yang naik 14,45 persen menjadi Rp16,24 triliun selama semester I-2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp14,19 triliun," jelasnya.

Struktur DPK BSM untuk Juni 2009 terdiri atas deposito sebesar Rp7,99 triliun, tabungan Rp5,28 triliun, dan giro sebesar Rp2,42 triliun.

Sumber: Okezone.com